Tentu
kita pasti akan menjatuhkan pada satu pilihan partai politik dalam
kehidupan kita. Pasti. Kalau boleh saya klasifikasi, sebenarnya partai
politik di Indon
esia hanya ada 2, yaitu:
1. Partai Nasionalis Non Religius
2. Partai Nasionalis Religius
Meskipun banyak pengurus partai yang sama-sama non religius, itu wajar
karena memang sudah salah kaprah sejak awal. Namun, substansi partainya
tetap tergolong dua macam tersebut, sesuai dengan AD/ART ataupun latar
belakang pendukung dan tokohnya.
Partai Nasionalis Religius, terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Partai yang substansi AD/ART-nya jelas mencantumkan asas Islam.
2. Partai yang substansi AD/ART-nya tidak mencantumkan asas Islam.
Dua kategori partai nasional religius tersebut, pengurus dan
pendukungnya sama-sama berpotensi melakukan pelanggaran hukum, karena
memang bukan malaikat. Itu disebut oknum. Jangankan penjahat, santri dan
kyai-pun juga berpotensi melakukan dosa. Sama.
Untuk partai politik yang jelas-jelas mencantumkan asas Islam, saat ini
adalah PPP dan PBB. PPP banyak didukung oleh kyai-kyai NU ndeso yang
secara garis nasab mempunyai hubungan sanad keilmuan ke tokoh-tokoh
islam terakreditasi (sanad ngaji ke para Ulama' Mu'tabaroh). Sedangkan
kyai desa yang terhipnotis oleh dinamikan hentakan gebrakan reformasi,
banyak yang hijroh ke partai lain. Sedangkan PBB banyak didukung oleh
kalangan pecahan masyumi.
Dua jenis partai nasional religius yang mencantumkan asas Islam, PPP dan
PBB ini, secara organisatoris memang bercita-cita mewarnai hukum dan
peraturan perundang-undangan di Indonesia agar tidak terlalu
bertentangan dengan norma dan syariat Islam Ahlussunnah Waljamaah. Jadi
bukan bermaksud mengubah Indonesia menjadi Negara Islam, melainkan hanya
"jaga gawang" agar hukum dan aturan tidak terlalu bertentangan dengan
syari'at Islam. Sederhana, yaitu agar tidak terlalu. Bukan 100%, bukan
semuanya.
Sedangkan untuk partai nasional religius yang tidak mencantumkan asas
Islam, antara lain PAN, PKB, dan PKS sekarang. Untuk PAN dan PKS
didukung oleh mayoritas tokoh religius, namun tidak berpredikat kyai.
Sedangkan PKB, didukung oleh banyak kyai yang secara besar-besaran pada
awal reformasi hijrah ke partai ini, karena partai ini dimotori oleh Gus
Dur dan simpatisannya, sehingga ada klaim partai PKB dilahirkan oleh NU
secara organisatoris. (Sebenarnya menurut saya, PKB dilahirkan oleh
tokoh NU secara kelompok, bukan dilahirkan oleh NU secara
organisatoris).
Fakta dan realita yang berkembang, seakan-akan telah terjadi perang
perebutan massa antara PPP dan PKB, atau setidaknya semacam perebutan
alat dalam berdakwah melalui partai politik.
Oknum tokoh PKB sering mengklaim bahwa PKB anak emas NU, sedangkan
sebagian oknum pendukung PPP merasa terusik karena secara organisatoris,
belum pernah NU berpamitan meninggalkan PPP. Intern NU memutuskan
khitthoh 1926, namun dikhianati oleh oknum tokoh yang mengklaim bahwa NU
punya anak yaitu PKB, dan juga meskipun khitthoh 1926 akan tetapi belum
berpamitan meninggalkan PPP.
Bukan antara NU, PKB, PPP yang ingin saya persoalakan, namun kejelasan
sikap PPP secara kelembagaan (secara organisatoris) yang jelas-jelas
menggunakan nilai Islam Ahlussunnah Waljamaah dalam mengupayakan dakwah
di nusantara ini yang perlu didukung habis-habisan. PPP mustahil
mendapat peringkat pertama dalam pemilu, dan itu bukan tujuan PPP. Namun
PPP hanya ingin agar segala produk hukum dan perundang-undangan di
Indonesia tidak terlalu menyimpang dari nilai-nilai Islam Ahlussunnah
Waljamaah.
Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk meninggalkan dan/atau
membenci PPP, bila mengetahui tujuan mulia ini. Adapun apabila ditemukan
oknum DPR FPPP, caleg PPP, pendukung PPP, simpatisan PPP, dan tokoh PPP
yang berbuat salah dan memalukan, itu adalah ulah oknumnya, dan bukan
PPP secara organisatoris atau kelembagaan. Dan itupun juga bukan
penghalang untuk kita tetap berjuang ikut berdakwah dan ber-Islam
melalui dukungan kepada PPP.
Kesimpulannya, di antar semua partai, adalah nasionalis termasuk PPP. Di
antara semua partai nasionalis, ada yang islamis yaitu PPP, PBB, PKB,
PAN, PPP, PKS. Di antara 6 partai islam ini, hanya PPP dan PBB yang
konsis memperjuangkan "jaga gawang" agar produk hukum dan
perundang-undangan tidak terlalu jauh dari nilai Islam. Dan antara PPP
dan PBB ini, hanya PPP yang didukung oleh ribuan kyai kecil atau kyai
ndeso yang mempunyai sanad ngaji ke ulama' mu'tabaroh dan tak
terhipnotis (tidak ikut-ikutan) oleh gonjang ganjing hentakan reformasi
waktu itu. PPP-lah yang konsis dalam perjuangan Islam yang nasionalis.
Penjahat dan pencuri pun tak ingin anaknya jadi penjahat dan pencuri.
Orang yang tidak khusyuk pun ingin bila anaknya menjadi khusyuk dan
pinter ngaji.
Kita sering melanggar hukum Islam, sebenarnya juga merasa bahagia bila
anak kita rajin dalam taat kepada agama, menjauhi larangan menjalankan
perintah.
Kita yang bukan ahli agama islam, tentu juga bahagia bila Islam
berkembang di nusantara. Betapa indahnya.
Saya tidak mengatakan di bawah ini:
"Memilih selain PPP secara tidak langsung berarti mengurangi suara PPP.
Mengurangi suara PPP berarti mengurangi kekuatan politik dalam jaga
gawang melestarikan nilai islam.
Mengurangi kekuatan politik jaga gawang secara tidak langsung berarti
sama dengan membantu pihak lain dalam menjauhkan anak kita dari nilai
Islam.
Membantu pihak dalam menjauhkan anak kita dari nilai Islam, secara tidak
langsung berarti kita mencetak generasi bangsa yang non islamis.
Mencetak generasi non islamis adalah tindakan tidak baik, dan itu haram.
Berarti, tidak memilih PPP adalah haram.
Berarti, memilih PPP adalah wajib."
Jakarta, 11 Oktober 2013
Toerbo Prakoso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar